Kamis, 20 Desember 2007

SEJARAH AGAMA KATOLIK DI GANJURAN

SEJARAH AGAMA KATOLIK DI GANJURAN
Kehadiran gereja katolik di ganjuran sebagai karya misi, walaupun tepatnya dimulai sejak tahun 1912, tetapi apabila ditarik benang merah ke belakang tidak dapat lepas dengan misi gereja di daerah muntilan, Jawa Tengah, oleh seorang misionaris belanda dari ordo sarikat Jesus bernama Pastor van Lith S.J.
Pada jaman kolonial sekitar tahun 1912, dua orang bersaudara dari belanda yang datang ke Jawa (Ganjuran) yaitu Dr. Josef Schmutzer dan Ir. Julius Schmutzer, memilki sebuah pabrik gula bernama Ganjuran-Gondanglipuro, yaitu satu-satunya pabrik gula di Jawa pada waktu itu yang bukan milik sindikat gula Hindia Belanda. Disamping tugas sehari-hari memimpin pabrik, keluargas itu juga mulai mengajarkan ajaran-ajaran sosial gereja (Rerum Novarum) di pabrik yang dipimpinnya. Ajaran sosial gereja yang mengatur hubungan majikan dan buruh tersebut, yang di eropa tidak mendapat tanggapan selayaknya oleh majikan kristen itu, justru dilaksanakan sebaik-baiknya di Ganjuran. Ajaran itu mengatur hubungan majikan dan buruh bukan lagi merupakan hubungan tuan dan hamba, melainkan sebagai mitra kerja. Buruh kecuali mendapat upah juga memperoleh pembagian keunrtungan secara adil. Usaha keluarga Schmutzer yang mempunyai devosi atau penghormatan istimewa kepada hati kudus tuhan Yesus ini, semakin teratur dan mantap setelah Pater van Driessche dseorang belanda-Indo, salah satu penerus van Lith yang menetap di Yogya sering berkunjung di ganjuran tahun 1919. bertueut-turut setelah Ir Julius Schmutzer kawin dengan Caroline V. Rijckevorsel juga seorang Belanda pada tahun 1920, keluarga ini semakin besar perhatiannya terhadap misi gereja melalui lembaga pendidikan dan kesehatan. Mereka mendirikan beberapa sekolah dasar (standaarschool,) dan beberapa sekolah rakyat (volkschool) dari sejak tahun 1919-1929, serta sebuah poliklinik pada tahun 1920 (yang sekarang berkembang menjaedi RS S.T Elisabeth Ganjuran), yang secara tidak langsung sangat besar pengaruhnya terhadap misi Gereja di tempat itu. Misi itu semakin kuat secara melembaga setelah keluarga Schmutzer dengan biaya pribadi membangun sebuah gereja pada tahun 1924, dan sebuash candi bercorak hindu jawa yang diberi nama candi hati Kudus Tuhan Yesuspada tahun 1927, sebagai ungkapan atas berkat tuhan yang melimpah di daerah itu. Kedua bangunan bersejarah itu merupakan salah satu usaha pelembagaan misi gereja katolik di daerah ganjuran yang dapat dilihat sampai sekarang. Karena jasa-jasanya dibidang kerasulan sosial, Julius Schmutzer pada tahun 1930 mendapatkan bintang Gregorius Agung dari tahta Suci Vatikan.
Pelembagaan gereja di Gereja lokal Ganjuran itu sendiri, pada perkembangan awalnya tidak lepas dari peranan atau usaha Pastor van Driesche S.J, dan ia pun ditunjuk sebagai gembala atau pemimpin umat di gereja Ganjuran untuk pertama kali sejak tahun 1924-1934. Inkulturasi Gereja di ganjuran ini semakin berpengaruh luas di lingkungan masyarakat setelah dibangunnya candi, dan kemudian peristiwa pemberkatannya dilakukan oleh uskup batavia Mgr. V. Velsen S. J, yang dihadiri oleh para pemimpin tarekat religius dari seluruh pelosok tanah air pada tanggal 11 februari 1930.
Misi gereja di daerah ini semakin berkembang dengan kuat karena beberapa rohaniawan pribumi yang cukup menonjol pernah bertugas memimpin gereja, seperti misalnya Pastor Alb. Sugiyopranoto S.J pada tahun 1934-1940. Melalui pastor Sogiyopranoto inilah proses inkulturasi gereja telah ditanamkan dengan mencetuskan gagasan untuk menjadi seratus persen katolik dan seratus persen warga Indonesia. Ia pada tahun 1941 diangkat menjadi uskup pribumi Indonesia yang pertama oleh Paus Pius XII, dan kemudian bertugas memimpin Vikariat atau keuskupan Agung Semarang. Generasi berikutnya kemudian kardinal Justinus Darmoyuwono Pr 1947-1950, yang pada tahun 1964-1981 menjabat uskup Agung Semarang mengganti Mgr. Sugiyopranoto, dan ia dilantik sebagai kardinal indonesia yang pertama tahun 1967. (157-159) y. Sumandiyo hadi, Seni dalam Ritual Agama, Pustaka, 2006. yogyakarta.

Tidak ada komentar: